Wilson Lalengke Dkk Hari Itu Juga Disangkakan Pasal Berlapis, Kayak Kue Lapis
Jakarta Badainews.com- Wilson Lalengke dkk diduga benar-benar dikriminalisasi pasal berlapis, kayak kue lapis. Tentunya ini agar bisa ditahan Polres Lampung Timur.
Mulai Pasal 170 Undang-Undang KUHP tanpa detail ayat 1, 2 atau 3, Pasal 406 KUHP tanpa detail ayat 1 atau 2 dan Jo Pasal 55 KUHP ayat 1 atau 2. Hal ini berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Wilson Lalengke oleh Polres Lampung Timur, Kapolda Lampung.
Sebab, kalau terduga Wilson Lalengke dkk dikedepankan Pasal 406 ayat 1 atau 2, ancamannya hanya 2 tahun delapan bulan dan tidak bisa ditahan. Namun, karena menggunakan Pasal 170 ayat 1, 2 atau 3 ancamannya minimal lima tahun, tujuh tahun, dan dua belas tahun, otomatis tersangka ia ditahan.
Inilah Pasal yang disangkakan kepada Wilson Lalengke Ketua Umum PPWI dkk pada kejadian di Polres Lampung Timur, Jumat 11 Maret, Sesuai Surat Penetapan Tersangka Sabtu 12 Maret 2022 Polres Lampung Timur.
Pasal 170 KUHP berbunyi:
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;
3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
Tersangka juga dijerat subsider Pasal 406 dan Jo Pasal 55 KHUP.
Pasal 406
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,— (K.U.H.P. 231-235, 407, 411 s, 489).
(2) Hukuman serupa itu dikenakan juga kepada orang yang dengan sengaja dan dengan melawan hak membunuh, merusakkan membuat sehingga ia tidak dapat digunakan lagi atau menghilangkan binatang, yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain. (K.U.H.P. 170, 179, 231 s, 302, 407-2, 411 s, 472).
Terus disangka juga Jo Pasal 55 KUHP (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Yang hebat lagi, rujukan penetapan tersangka Wilson Lalengke dkk, berdasarkan laporan warga masyarakat pada Jumat 11 Maret 2021. Selain itu surat penyidikan pada Jumat 11 Maret 2022 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan pada Jumat 11 Maret 2022. Sehingga pada hari itu juga pada Jumat 11 Maret 2022, Wilson Lalengke ditangkap atau ditahan Polres Lampung Timur.
Dalam hal ini kerja Polres Lampung Timur hari itu juga memproses semuanya, sangat cepat dan dahsyat. Bahkan kecepatannya, melebihi pelayanan birokrasi pemerintah yang menerima award atau penghargaan berkali-kali.
Apakah semua proses ini sesuai SOP kepolisian? hanya mereka sendiri yang bisa menjawab. Jika jawabannya sudah sesuai, maka sudah bisa masuk museum rekor dunia. Atas semua pelayanan, penyelidikan dan penindakan kepada Wilson Lalengke dkk dengan metode kilat dan cepat.
Berdasarkan video-video, foto-foto Wilson Lalengke Ketua Umum PPWI bersama dua orang lainnya, Edi Suryadi dan Sunarso diduga melakukan perusakan karangan bunga bunga atau tepatnya merobohkan ucapan karangan bunga ucapan. Soal dirusak atau dirobohkan biarlah menjadi fakta hukum jika kasus ini dilanjutkan.
Pertanyaannya, kenapa Penyidik Polres Lampung Timur menetapkan Pasal 170 dan bukan Pasal 406 Jo Pasal 55 saja? Padahal tidak ada peristiwa, terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Padahal juga tidak ada, dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka. Bahkan tidak ada kekerasan mengakibatkan luka berat dan tidak ada kekerasan mengakibatkan maut.
Sesuai hasil rekaman video, memang Wilson Lalengke marah dengan nada tinggi (tidak ada cacian), karena diduga papan karangan bunga ucapan, mendiskreditkan atau melecehkan profesi wartawan.
Sehingga Wilson Lakengke dkk hanya merobohkan papan karangan bunga ucapan saja dan tidak melukai orang lain. Bahkan, usai dirobohkan oleh pihak kepolisian diangkat kembali dengan keadaan baik-baik saja.
Menurut pendapat saya, sangkaan Pasal 170 terlalu berlebihan. Kalaupun disalahkan hanyalah Pasal 406 ayat 1 Jo Pasal 55, sehingga bisa jadi tersangka tapi tidak ditahan.
Persolan perobohan papan karangan bunga ucapan, hanyalah ekses dari ditetapkannya anak buah Wilson Lalengke berinisial MI yang menjadi tersangka dugaan pemerasan. Tujuan Wilson Lalengke selaku Ketua Umum PPWI adalah klarifikasi ke Kapolres. Sayangnya, Kapolres tidak menerima kedatangan Wilson Lalengke dkk, untuk menemui dan sharing tentang persoalan yang menimpa terduga MI.
Terakhir jadikanlah semua ini sebagai pelajaran bersama dalam penegakan hukum. Padahal, jika diselesaikan dengan baik pasti ada musyawarah dan bahwa melalui perdamaian.
Kalaupun Wilson Lalengke akan terus dibawa ke Pengadilan Negeri Lampung Timur, harusnya atau baiknya diselesaikan sesuai Visi Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prahowo. Yaitu mengedepankan Restroaktive Justice (RJ).
Walau sampai saat ini payung hukum RJ belum ada, tapi kesesuaian norma-norma hukum bisa diselesaikan dengan baik-baik. Sebab, faktanya tidak ada yang dirugikan, papan karangan bunga ucapan masih bisa ditegakkan.
Kalaupun Wilson Lalengke dkk dianggap melecehkan karena merobohkan papan karangan bunga ucapan. Pasal yang dikenakan adalah ‘Perbuatan Tidak Menyenangkan’ yang juga bisa diselesaikan secara kekeluargaan. (MC.Badai)