Kritik Tulisan Komitmen Inalum Untuk Sumut, Ilusi Sang Perampas Berkedok BUMN
Batubara,- ‘Ini Komitmen PT Inalum Dalam Pembangunan Sumatera Utara’, itulah sebuah judul tulisan yang terbit di beberapa media termasuk waspada.co.id.
Tulisan tersebut pada akhirnya perlu diapresiasi, dan penting untuk dikritik, antara harapan tak sesuai dengan kenyataan, penyataan tak seperti yang diperlihatkan. Mungkin inilah PT Inalum dengan segala persoalannya.
Bermula dari sebuah kebanggaan, Dulu INALUM milik penanaman modal asing (PMA) namun sejak tahun 2013 Inalum telah menjadi perusahaan plat merah BUMN.
Namun benarkah ke BUMN-an Inalum kini, apakah murni merupakan badan usaha milik negara secara esensial?, Atau malah ke BUMN-an nya kini menjadi konotasi yang lain, badan usaha Perampas nyawa?, Badan usaha perenggut hak buruh,?. Mengungkap makna PT INALUM dengan ke BUMN-nan nya harus dilihat dari sisi kepastian dan kemanusiaan.
PT Inalum bagaimana ia kini?
Tahun 2020 lalu, terdapat PHK termasuk besar yang dilakukan oleh mitra outsourcing PT Inalum, termasuk PT dinamika mandiri karyawan, PT Pribumi dan PT Kuala Tanjung bertuah dan lainnya. Imbas dari PHK ini, sampai 2021 pesangon buruh belum diselesaikan, bahkan saat ini sebanyak 39 buruh yang di PHK di PT DMK, sebuah perusahaan yang dirikan oleh koperasi karyawan Inalum (KOKALUM) telah mendapat anjuran dari dinas ketenagakerjaan dengan surat anjuran no 565/1907/DTK-BB/2021 yang dikeluarkan pada 2 Agustus 2021. Anjuran ini berisi agar PT DMK yang didirikan KOKALUM agar membayarkan hak pesangon buruh, namun hingga kini hak pesangon buruh belum juga terbayarkan.
1 peristiwa ini, mungkin telah berhasil menunjukkan PT Inalum masih berkhayal dan berilusi ingin berkomitmen untuk Sumatera Utara, karena diamnya Inalum selaku sang pemberi kerja, terhadap perilaku mitra outsourcingnya yang tak manusiawi. Bayangkan, katanya komitmen, namun masih membiarkan outsourcingnya melakukan PHK sepihak, dan menindas buruh dengan cara tak membayarkan pesangon. Inalum, antara komitmen dan tempramen, Inalum antara ilusi BUMN-nya.
Akibat PHK ini, bagaimana pula Inalum mengatakan komitmennya membangun Sumatra Utara, padahal imbas PHK ini tentu menjadi catatan penting, peningkatan angka pengangguran di Sumut terkhususnya di kabupaten Batubara.
Bahkan peningkatan pengangguran ini, juga diperjelas oleh bupati Batubara Ir Zahir Map.
“Terus melonjak hampir disemua Daerah di Indonesia disebabkan Pandemi covid-19” kata Ir Zahir, seperti dilansir dari website batubarakab.go.id
Dari data BPS Sumut diketahui bahwa jumlah pengangguran meningkat sebanyak 109.000 orang dari tahun 2019 ke tahun 2020.
Dengan bertambahnya angka pengangguran di Sumatra Utara, dan PHK sepihak oleh mitra outsourcing PT Inalum kepada buruh, telah berhasil menepis ‘tangan’ PT Inalum yang katanya ingin bersinergi terhadap pembangunan di Sumatra Utara.
Belum lagi, hutang PT Inalum kepada pemerintah kabupaten Batubara terkait pajak penerangan jalan yang belum dibayarkan senilai 41 M.
Bagaimana PT Inalum mengaku berkomitmen untuk membangun Sumatra Utara, persoalan pajak yang merupakan sumber pendapatan daerah tidak dibayarkan oleh PT Inalum.
Peristiwa ini juga cukup menepis katanya Inalum berkomitmen untuk Sumatera Utara.
Lalu benarkah Inalum, antara Ilusi Sang Perampas Berkedok BUMN?
Sepertinya untuk menepis pertanyaan diatas, harusnya Inalum buka-bukaan terkait total karyawan di PT Inalum, dan berapa jumlah penduduk Sumatra Utara terkhusus kabupaten Batubara yang bekerja menjadi karyawan, staf hingga petinggi PT Inalum. Agar tak diklaim penjajah dan perampas.
Dan seharusnya, PT Inalum terlebih dahulu mengungkap makna eksistensi BUMN, dan tindakan nyata nya untuk daerah, dengan prioritas Tenaga kerja lokal, hak buruh dilingkungan perusahaan tidak ada yang dikangkangi, kewajiban pajak tak mau sampai menunggak. Jika Tuntas 3 hal ini, baru bisa Inalum dikatakan berkomitmen untuk daerah.
Jika tidak perlukah Inalum dikatakan perampas berkedok BUMN?.
Berpijak dari landasan dan sebab diatas, mungkin telah cukup untuk mengubah antara ‘komitmen PT Inalum untuk Sumatra Utara’ menjadi ‘Kematian rasa kemanusiaan PT Inalum untuk Sumatra Utara’.
Antara sinergitas PT Inalum untuk Sumatra Utara khususnya kabupaten Batubara, mungkin lebih mudah dicerna ‘sikap merampas PT Inalum terhadap hak buruh dikabupaten Batubara Sumatra Utara’?.
INALUM, apakah mungkin telah mati?
Jika kematian Inalum karena segala sikapnya
Mampukah Dirut dan Direktur Pelaksana menghidupkan dan menghembuskan nafas pada perusahaan ini?.
Jika tidak, untuk apa adanya peran 2 petinggi ini, jika tak mampu menuntaskan segala persoalan.
Terlebih-lebih, tugas PT Inalum harus fokus pada tindakan nyata pembangunan
bukan pencitraan Berkedok komitmen kemanusiaan.
Intinya, jika INALUM telah mati?
Lalu siapa yang telah membunuhnya?
Mungkin, anggapan kematian Inalum, dikarenakan perusahaan ini yang masih punya segudang masalah dan persoalan.
Jika PT INALUM tak mampu menjaga citra BUMN-NYA, maka untuk apa Inalum masih hidup di bumi Batubara Sumatra Utara?.(MC.Badai)