Aksi Damai Gerakan #Jokowiclose Digeruduk Polisi
Jakarta- Para aktivis yang tergabung dalam Gerakan #JOKOWICLOSE yang akan menggelar aksi damai untuk menyampaikan aspirasinya ke depan Istana Negara, dihadang aparat Kepolisian.
Massa aksi yang akan menggelar long march itu digeruduk Polisi ketika berkumpul di Sekretariat Gerakan Pemuda Islam (GPI), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (09/09/2021).
Aktivis Gerakan #JOKOWICLOSE, yang juga Ketua Gerakan Pemuda Islam Jakarta Raya (GPI Jakarta Raya), Rahmat Himran menyampaikan, Gerakan #JOKOWICLOSE dihalangi ketika akan menggelar long march menuju Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
“Kami akan sedang bersiap melakukan aksi damai dengan long march ke arah Patung Kuda. Namun sudah dihadang oleh Polisi. Gerakan Nasional #JOKOWICLOSE akan menggalang gerakan menuju peringatan 2 tahun pemerintahan Joko Widodo periode kedua ini,” tutur Rahmat Himran, dalam rilisnya, Kamis (09/09/2021).
Rahmat Himran merinci, sejumlah aparat Polisi menggeruduk para aktivis Gerakan #JOKOWICLOSE di Sekretariat Gerakan Pemuda Islam (GPI). Aksi geruduk ini dipimpin langsung oleh Kepala Polisi Sektor Menteng, Komisari Polisi (Kompol) Yunarto.
Menurutnya, tampak sekitar 20-an anggota Polisi di bawah perintah Kompol Yunarto, menggeruduk dan melepas spanduk bertuliskan Jakowi Close.
Padahal sekelompok aktivis hanya melakukan orasi di dalam sekretariat GPI di Menteng 58. Dengan tetap mengatur jarak agar tidak berkerumun.
“Kita baru orasi dalam persiapan long march menuju Patung Kuda. Lalu Polisi datang dan marah-marah. Polisi merampas atribut spanduk aksi. Kami sangat menyayangkan tindakan Polisi ini. Seharusnya Polisi mengawal aksi damai ini, bukan menghalangi,” tutur Rahmat Himran.
Tindakan yang dilakukan Polisi sangat disayangkan. Rahmat beralasan, dia dan kelompoknya tidak ada menutup jalan atau menciptakan kerumunan.
“Polisi telah memperlihatkan wajah aslinya yang selama ditutupi topeng. Mereka (Polisi) mau beralasan apa lagi,” tutur Rahmat Himran.
Kata dia, selama ini Polisi selalu memaksa membungkam penyampaian aspirasi masyarakat dengan berlindung di balik alasan mencegah kerumunan dan sejenisnya. Padahal, lanjut Rahmat, sebenarnya yang dilakukan Polisi bentuk pelanggaran berat Hak Konstitusional.
“Menyatakan pendapat pun sekarang sudah tidak bisa,” ujarnya lagi.
Perlu diketahui, lanjutnya, saat Polisi menggeruduk peserta aksi, Kelompok Aktivis sedang berada di dalam pagar. Kendati demikian, Kapolsek Menteng, Kompol Yunarto tetap memerintahkan pasukannya untuk masuk secara paksa dan merebut atribut aksi #Jokowiclose.
Menurut Rahmat, selama ini, banyak cara dilakukan Polisi untuk menghentikan kegiatan yang berjenis penyampaian pendapat. Terkhusus yang berkaitan dengan kritikan kepada Pemerintah.
Rahmat berpandangan, Polisi tidak seharusnya berlebihan membela Pemerintah yang berkuasa.
“Siapa pun Pemerintah yang berkuasa, kedudukan Polisi dalam ber-Negara tidak seperti ini. Sebagai anak bangsa, saya minta Polisi tetap profesional dan proporsional sesuai tupoksi,” sesalnya.
Rahmat menambahkan, tindakan Kompol Yunarto dkk diyakini datang dari perintah pejabat tinggi.
“Saya menduga ada orang besar di balik peristiwa hari ini. Peristiwa ini sudah mencederai Gerakan Sosial di Indonesia,” ungkapnya.
Rahmat menyampaikan, tidak semestinya terjadi aksi penggerudukan Polisi di kantor Sekretariat GPI itu. Menurutnya, tindakan Polisi seperti itu adalah bukti ketakutan Pemerintah terhadap suara kebenaran.
Koordinator Nasional Gerakan #JOKOWICLOSE, Riswan Siahaan mengajak seluruh OKP dan Ormas serta lembaga kemahasiswaan yang memiliki visi dan misi yang sama untuk menggelar mimbar bebas.
Aksi mimbar bebas dilakukan di masing-masing sekretariat dan kampus, menjelang tanggal 20 Oktober, sebagai peringatan 2 Tahun Kegagalan Pemerintahan Jokowi-Amin.
“Apa yang terjadi hari ini tidak akan menyurutkan langkah dan mengecilkan nyali kami. Kami mengajak seluruh kelompok baik OKP, Ormas maupun Mahasiswa untuk sama-sama mengadakan mimbar bebas di titik kumpul masing-masing. Untuk menyuarakan kondisi riil Bangsa ini yang makin mengerikan. Ayo kita gelar mimbar bebas menjelang 20 Oktober 2021, yakni Peringatan 2 Tahun Kegagalan Pemerintahan Jokowi-Amin,” tutur Riswan Siahaan.
Gerakan Nasional Jokowi Close ini sendiri telah mendapat banyak perhatian dari kelompok Pro Demokrasi.
Iwan Sumule, salah seorang pentolan Aktivis Pro Demokrasi juga menaruh perhatian kepada aktivitas yang dilakukan oleh Riswan Siahaan, Rahmat Himran dan kelompoknya.
Beberapa waktu lalu, Iwan menyatakan akan terus konsolidasi dengan seluruh elemen persatuan perjuangan dari para tokoh, pemuda, mahasiswa, buruh, dan agamawan. Konsolidasi ini harus dilakukan demi menyelamatkan publik.
Bahkan, jaringan Pro Demokrasi telah melakukan konsolidasi juga dengan Gerakan Pemuda Islam dan Gerakan Nasional Jokowi Close pada Selasa, 31 Agustus 2021 lalu.(R.Badai)