Disinyalir Kapolda Riau Ogah Tindak Polsek Tapung Meski Paminal Katakan Terbukti Peras 225 Juta
Kampar Badainews.com- Laporan mangkrak hampir 2 (dua) tahun, tepatnya pada Desember 2020 yang disebut-sebut tanpa riksa saksi terkait, diduga Polsek Tapung main ciduk dan siksa dua bocah yang dituding pelapor adalah pelaku aniaya berat anaknya Rizal (diduga korban begal), yang tak lain adalah teman karib korban, terlebih miris, perwira Polisi pangkat AKP selaku Kapolsek Tapung itu meyakini tudingan pelapor adalah petunjuk kuat yang dapat dijadikan dasar tangkap AA dan TS (tertuding).
Untuk periksa AA dan TS yang baru dinyatakan tamat SMA oleh Dewan Guru dan belum memiliki Izajah tersebut, meski Kapolsek Tapung dan Kapolres Kampar ketahui persangkaan pasal 354 Ayat 1 yang ancaman 8 (delapan) tahun kurungan penjara itu, menilai pihaknya berhak lakukan penangkapan bak musuh negara (teroris) dan pemeriksaan tanpa pendampingan penasehat hukum, bahkan diduga kuat gunakan penyiksaan agar membuat pengakuan sebagai pelaku untuk dapat dijadikan tersangka.
Tak pelak, AA dan TS kepada media ini mengaku terpaksa mengikuti apa yang diminta Oknum Polsek Tapung (membuat pengakuan yang diakomodir lanjut direkam seolah murni pengakuan AA dan TS) usai keduanya ditangkap dan dibawa kesuatu tempat sunyi dan menerima penyiksaan sebelum selanjutnya di jebloskan ke – sel tahanan Polsek Tapung.
Lebih tragis lagi, terang AA (tertuding yang pertama ditangkap), menyebut TS alamai siksaan lebih parah, selain diletus senjata api disebelah telinga dan dipukuli seperti halnya yang dialaminya, TS disebutnya berulang kali dihajar pakai kayu mirip potongan Kusen Pintu panjang sekitar 50 Cm. Hal tersebut yang menjadikan orang tua para tertuding merasa hancur hati karena melihat anak mereka keesokan harinya dan sudah berstatus tersangka, penuh luka lebam disekujur tubuh.
“Tidak tega saya lihat anak saya (AA) dipukuli kayak begitu, apapun akan saya upayakan untuk anak saya bisa keluar dari situ (Polsek Tapung), disiksa kayak begitu, bisa mati anak saya kalo seperti itu,” ujar Jatun yang tak kuasa tahan air mata dalam bahasa jawa, senada dengan Waluyo (orang tua TS), lanjut diketahui kasus tersebut diselesaikan dengan jumlah 225 juta, berpedoman Perkap No.8 Tahun 2021. Dengan rincian 190 juta materi Restorative Justice, dan 35 juta biaya cabut perkara yang ditetapkan Polsek Tapung.
Terpisah, menyikapi maraknya issue miring tentang Lembaga Polri, baik lewat berita media masa cetak, elektronik, siber dan media – media sosial lainnya yang kerap menyinggung tentang oknum – oknum Polri yang terkesan dilindungi meski disinyalir sengaja merusak citra Polri yang sudah kian membaik oleh mindset masyarakat ketika Kapolri launchingkan program Polri Presisi. Kabareskrim Polri singgung profesi penyidik pada ajang Rakernis 2022.
“Bukan tentang siapa yang hebat, siapa yang pintar, siapa yang lebih kuat, siapa yang di atas dan siapa yang di bawah, namun tentang kesadaran kita bersama untuk menjaga ‘PROFESI PENYIDIK’ sebagai bagian dari profesi Kepolisian sehingga tetap dipercaya dan mendapatkan ligitimasi dari masyarakat,” tulis Jendral Bintang 3 (tiga) yang dikenal sangat humanis itu melalui template yang dipajang melalui layar proyektor acara.
Kabareskrim Mabes Polri Kojen Pol Drs. Agus Andrianto, S.H, M.H pada Rakernis yang membawa Tema ‘Transformasi Penyidik yang Presisi Guna Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional’, pada pembukaan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, di Nusa Dua Bali Tahun Anggaran (TA) 2022, tampak berlangsung penuh hikmad, Selasa (7/6/22).
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, selaku narasumber pada acara tersebut, meminta independensi dan Polri Presisi tidak diganggu oleh kepentingan politik tertentu. Hal itu ditegaskan Mahfud MD di hadapan para Direktur Kriminal Polda seluruh Indonesia yang memang menjadi peserta rapat.
“Saya selalu minta jangan diganggu independensi Polri, Presisi Polri jangan diganggu dengan pesan-pesan politik, gak boleh.!, kalau enggak, bisa rusak semuanya. Karena politik itu menegakkan fungsi demokrasi, sementara Polri punya fungsi nomokrasi,” tegas Mahfud.
Kembali, pada kasus dugaan tangkap dua bocah inisial AA dan TS oleh Polsek Tapung Polres Kampar Polda Riau atas tudingan pelapor sebagai pelaku meski 2 tahun mangkrak yang selanjutnya diyakini sebagai petunjuk kuat Kapolsek dan anak buahnya untuk tangkap dan riksa sepihak disinyalir pakai siksaan, dan abaikan hak-hak orang yang diduga wajib didampingi penasehat hukum
Ternyata benar mampu membuat para orang tua terduga terpaksa kocek 225 juta, rincian 190 materi restorative justice dan 35 juta yang disebut-sebut biaya ketetapan cabut laporan di Polsek Tapung yang dinyatakan paminal kuat terbukti, dalam hal ini diduga Kapolda melalui Kabid Propam Polda Riau ogah memberi sangsi anak buahnya. (MC.Badai)