Soal Aturan Toa Madjid Kemenag, Ketua DPP JPRMI : ” Apakah Tidak Ada Hal Yang Lebih Strategis…??? “
Jakarta Badainews.com- Ketua PP JPRMI (Jaringam Pemudan dan Remaja Masjid Indonesia) Bidang Pengembangan Organisasi dan Kerjasama Antar Lembaga, Chandra Syuhada Sinaga, SE, MM, menilai bahwa penerbitan Surat Edaran nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Suara di Masjid dan Musala oleh Menag terlalu berlebihan.
Pasalnya menurut Chandra, hal tersebut sangatlah tidak beralasan. Berpuluh tahun kita hidup berdampingan dalam keberagaman, rasanya tidak pernah ada masalah soal suara yang keluar dari masjid/mushola melalui pengeras suara (toa). Baik itu adzan 5 waktu, ataupun pengajian, sholawatan dan nadhoman.
“Surat edaran itu sangat tidak beralasan, sudah berpuluh tahun kita hidup berdampingan dalam keberagaman tidak ada masalah dengan suara azan, zikir atau semacamnya yang keluar dari toa masjid atau musholla” ujarnya
Disinggung tentang adanya pihak-pihak yang keberatan dengan adanya suara toa ia mengatakan jika kemudian di beberapa tempat atau daerah ada pihak yang merasa kurang nyaman atau terganggu, sebenarnya bisa diselesaikan dengan pendekatan kultural atau kearifan lokal. Jadi tidak perlu membuat surat edaran yang sifatnya general se-Indonesia.
“Bangsa Indonesi terkenal dengan budaya musyawarah, arif dan bijaksana, jadi biarkan masyarakat yang mennyelesaikannya dengan cara musyawarah dan menggunakan kearifan lokal” sanbungnya
Chandra menambahkan, jika surat edaran ini harus dilakukan dan di awasi oleh jajaran kemenag secara berjenjang hingga kebawah, dapat di pastikan akan menambah kerjaan baru yang rumit dan tidak substansif.
Bayangkan jika pegawai kemenag atau KUA harus mengukur volume tidak boleh melebihi 100db, berarti harus beli alat ukurnya.
Mengaji dengan waktu maksimal 10 menit dan 5 menit sebelum adzan, berarti wajib dibekali stop wacth. Suara yang keluar harus bagus dan tidak sumbang, berarti harus ada aturan soal kategori suara bagus dan tidak sumbang bagi pengawas.
Kan jadinya mirip juri indonesia idol.
Padahal masih banyak agenda strategis yang seharusnya bisa di urus oleh Kementrian Agama. Dalam konteks masjid dan mushola, Chandra mengajak Menag agar memikirkan bagaimana caranya anak-anak muda mau.dan betah berada di masjid/mushola. Sehingga masjid dapat menjadi pusat pembentukan karakter bagi generasi milenial dan pemuda.
Menurut Chandra, ini lebih mendesak di tengah makin seriusnya persoalan dekadensi moral dikalangan generasi muda.
Chandra akan sangat mengapresiasi jika Menag dan jajarannya mau bersungguh-sungguh memikirkan hal tersebut. Dan sebagai Ketua DPP JPRMI Bidang Pengembangan Organisasi dan Kerjasama Antar Lembaga, dirinya siap bersinergi dan berkolaborasi.
“Masih banyak persolan dan agenda strategis yang harus dipikirkan menag dibandingkan soal toa, seperti bagaimana menghadirkan anak-anak muda milenial agar mau ke masjid dan meramaikan masjid dengan berbagai macam kegiatan seperti mengadakan wifi di masjid, membuat lapangan terbuka tempat bermain atau berolahraga bagi mereka. ?Mengadakan kajian-kajian keislaman dan lain-lain, ini akan lebih baik sehingga dari mereka kelak akan lahir pemimpin-pemimpin yang lahir dari masjid dan cinta akan masjid. Kalau sudah begini Indonesia akan lebih bermoral dan berakhlak dimasa yang akan datang.
Kami JPRMI siap berkolaborasi dengan kemenag untuk melahirkan generasi muda yang lahir dari masjid dan cinta masjid” tutupnya. (MC.Badai)